Ganti Judul dan ALt sendiri

Berdamai Dengan Masalah

Semangat pagi Junkeisea-ers. Bagaimana kabarnya hari ini? Siapa yang hari ini tidak berhadapan dengan masalah? Siapa yang selalu menemukan masalah? Atau kita tergolong orang yang suka mempermasalahkan? Masalah bukanlah sesuatu yang harus dihindari, karena kita hidup tidak pernah terlepas dengan masalah. Alih-alih menghindarinya, sebaiknya kita berdamai dengan masalah.

Ada Apa Dengan Masalah?


Manusia, tidak pernah luput dengan adanya masalah atau yang biasa disebut sebagai ujian. Entah kenapa, antara masalah dan ujian lebih enak kita menyebutnya masalah daripada ujian. Ujian seringkali kita sebutkan ketika kita mendapati suatu masalah besar. Sedangkan masalah, lebih sering kita sebutkan untuk hal-hal kecil yang sebenarnya juga tidak kecil dalam hidup kita. Memang, dalam kehidupan kita seringkali berdampingan dengan masalah. Apakah itu masalah kecil, ataukah masalah besar. Dalam kehidupan kita, hendaknya memandang masalah sebagai bukti cinta Allah kepada kita, sebagai penguji keimanan kita.

Sebagaimana telah disebutkan dalam Quran Surat Al-Ankabut ayat 2-3 yang artinya, “Apakah manusia itu mengira bahawa mereka dibiarkan saja mengatakan; “Kami telah beriman,” sedangkan mereka tidak diuji? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta,” (QS. Al-Ankabut: 2-3).

                                                 berdamai

Ayat ini hendaknya kita maknai bahwa Allah akan menguji hamba-Nya sesuai dengan tingkat keimanan kita. Hal ini pun telah dikuatkan dalam hadist shahih, “ Manusia yang paling berat ujiannya adalah para Nabi, kemudian orang-orang shalih, kemudian yang semisal dan seterusnya. Seseorang akan diuji dengan agamnya. Jika agamanya semakin kuat, akan semakin bertambah pula ujiannya.”

Cobaan yang menimpa kita,  tentu saja belum seberat ujian para Nabi Allah SWT. Dalam berislam kita mungkin baru diuji dengan sindiran, sikap kurang baik, atau kesempitan harta. Jika kita pelajari sejarah para Nabi yang harus menghadapi bahkan fisik dan jiwa yang harus melayang demi mempertahankan agama ini, tentu ujian kita belum seberapa.

Sejak zaman Nabi Adam alaihissalam, yang telah mendapat ujian berupa diturunkannya dari surga karena telah melanggar perintah Allah untuk tidak memakan buah yang dilarang untuk dimakan yang ada di syurga. Nabi Luth, yang tidak mendapat dukungan dalam berdakwah kepada kaumnya saat itu yang dikenal sebagai Kaum Sodom, yaitu istrinya yang termasuk golongan orang kafir. Nabi Nuh, mendapat ujian selama ratusan tahun mendakwahkan kepada kaumnya tetapi umatnya tidak beriman sebagaimana dikisahkan dalam Quran Surat Nuh. Nabi Ibrahim, yang mendapat ujian karena lama mendapat perintah untuk menyembelih putranya, yang sangat dinantikan selama bertahun-tahun. Kemudian, cobaan yang dialami Nabi Muhammad SAW yang mendapat ujian yang berat ketika dakwah masih dalam fase sembunyi-sembunyi, hingga kemudian fase dakwah terang-terangan. Membaca kisah-kisah Nabi tersebut hendaknya meneguhkan kita bahwa ujian kita tidak seberapa dibandingkan dengan ujian para Nabi. Karena memang, tingkat keimanan kita tidak setinggi para Nabi Allah.

Bagaimana Berdamai dengan Masalah


Dalam Quran Surat Ali Imron ayat 200, Allah SWT telah memberikan petunjuk, “Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung.”

Ayat ini secara tegas memberikan clue kepada kita bahwa hendaknya orang-orang yang beriman menjadikan sabra dan salat sebagai penolong. Hasan Al Bashri, “Mereka diperintahkan untuk senantiasa bersabar dalam menjalankan agamanya yang diridhai oleh Allah SWT, yaitu agama islam. Sehingga, mereka tidak meninggalkannya pada saat sengsara maupun pada saat bahagia, pada saat kesusahan maupun pada saat penuh kemudahan, hingga akhirnya mereka benar-benar mati dalam keadaan muslim. Selain itu, mereka juga diperintahkan untuk memperkuat kesabaran mereka terhadap musuh-musuh yang menyembunyikan agama mereka.

                                                    berdamai

Junkeise-ers, memang untuk menjadi sabar bukanlah perkara mudah. Kesabaran memerlukan sikap keteguhan untuk menahan amarah atau Tindakan apapun yang tidak menerima keadaan kita saat ini. Dengan berpegang pada Q.S. Al-Imron ayat 200 tadi, Allah memerintahkan kita untuk tidak hanya sebatas bersabar yang biasa saja, tetapi juga menguatkan kesabaran kita. Jika orang lain mudah berkata bahwa kesabaran manusia ada batasnya, ya, itu tentu benar adanya. Akan tetapi, bukankah bagi kita untuk mencoba terus bersabar dan mencoba untuk menguatkan kesabaran menjadi sebuah tantangan tersendiri?

Masalah yang datang kepada kita, terkadang tidak mengenal waktu. Terkadang ketika kita dalam kondisi senang-senangnya, ada sesuatu saja yang menghampiri yang tidak mengenakkan. Atau ketika kita dalam kondisi yang ingin istirahat sejenak dari hiruk pikuk duniawi, masalah tiba-tiba muncul. Lalu bagaimana kita mesti menghadapinya? Bersabar dan terus menguatkan kesabaran adalah kuncinya.


Hikmah adanya Masalah


Adanya masalah ini harus senantiasa kita sebutkan sebagai kenaikan derajat dari Allah SWT. Percayalah bahwa Allah tidak akan membebani manusia melebihi kemampuannya. Ini tentu saja harus menjadi optimisme yang besar bagi diri kita. Bahwa jika kita ditimpa masalah ayng besar, mungkin kita merasa tidak dapat melaluinya, tetapi dengan adanya ayat ini, “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdoa): "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri maaflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir".(Q.S. Al Baqarah “ 286)

Ayat yang merupakan penutup dari Surat Al Baqarah ini ternyata memiliki keistimewaan yang luar biasa. Sebagaimana yang telah diriwayatkan oleh Imam Muslim dari ‘Abdillah, ia menuturkan bahwa “Ketika Rasulullah SAW diperjalankan hingga Sidratul Muntaha, yang berada pada langit lapis ke tujuh. Padanya berakhir apa yang dibawa naik dari bumi lalu ditahan. Dan padanya berakhir apa yang dibawa turun dari atasnya lalu ditahan. Ia (‘Abdullah) berkata, (yaitu berkenaan dengan firman-nya): “Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratul Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya.” (Q.S. An-Najm:16) ‘Abdullah mengatakan, yaitu permadani dari emas. Lebih lanjut ia mengatakan, dan Rasulullah SAW diberi tiga hal: shalat lima waktu, ayat-ayat penutup surat Al-Baqarah, dan ampunan bagi umatnya yang tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu pun.”

Imam Al-Bukhari pun meriwayatkan, dari Ibnu Mas’ud, ia menceritakan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “ Barangsiapa membaca dua ayat terakhir dari surat Al-Baqarah pada malam hari, maka kedua ayat ini mencukupinya.” 

                                       berdamai

Masyaallah, dengan keutamaan ayat penutup Surat Al-Baqarah yang termasuk dalam rangkaian doa-doa yang ma’tsur ini semoga kita semua dapat melazimkannya. Mengingat di dalam penutup surat ini pun terkandung makna yang luar biasa, khususnya kaitannya dengan car akita memaknai sebuah masalah. Bahwa, masalah yang datang kepada kita, seburuk apapun tidak mungkin melewati kemampuan kita. Kita hanya perlu sedikit saja bergerak dan mencoba menghadapinya dengan teguh saja sambal memohon kekuatan dari Allah SWT.

KESIMPULAN


Sebagai penutup, terlepas dari seberat apapun masalah yang sedang kita hadapi saat ini, sudah menjadi keyakinan yang harus kita pegang bahwa masalah ini adalah bagian dari sejarah kehidupan kita yang telah tertulis dalam Lauful Mahfuzh. Sebagaimana disebutkan dalam Q.S. Al Hadid ayat 22, disebutkan bahwa “Setiap bencana yang menimpa di bumi dan yang menimpa dirimu sendiri, semuanya telah tertulis dalam Kitab (Lauful Mahfuzh) sebelum Kami mewujudkannya. Sungguh, yang demikian itu mudah bagi Allah.” Tentu saja, segala hal yang menimpa kita merupakan taqdir yang telah ditetapkan oleh Allah SWT. Hendaknya kita ridha menerima apa yang sudah ditetapkannya. Jangan pernah merasa, mengapa hanya kita yang ditimpa ujian tetapi orang lain tidak. Percayalah, kita adalah orang-orang pilihan yang mendapat masalah ini, dan nanti akan menjadi bagian sejarah hidup kita. Sebuah keistimewaan ygn tidak dapat secara sama dimiliki oleh orang lain.



2 comments