Ganti Judul dan ALt sendiri

Menghidupkan Kembali Komitmen - Part 8

(credit photo : https://brandgenetics.com/list-of-empathy-definitions/)

Berempatilah Secara Tepat

Kita sering kali menemui, teman atau sahabat yang mengucapkan simpati atas kejadian yang telah menimpa kita atau teman lainnya. Misalnya, ada yang tidak bisa melahirkan secara normal. Atau, kehilangan kesempatan tugas belajar. Atau, kemungkinan "kesedihan" yang akan kita derita atas peristiwa yang terjadi.

Saya pun pernah mengalaminya. Suatu saat, karena satu dan lain hal saya harus menitipkan anak saya ke daycare. Setelah saya berhasil menenangkan diri, dan juga Mbak Pengasuh berusaha menenangkan diri anak saya yang nangis karena akan saya tinggal, saya berjalan keluar menuju motor, sambil harus mendengarkan isak tangis anak yang harus saya tinggal.

Di depan daycare itu, saya melihat seorang nenek yang mungkin usianya sekitar 60 tahunan, menyapa saya seraya berkata" Aduh, kasihan ya Mbak, kalau harus meninggalkan anaknya di daycare. Dan masih nangis-nangis lagi anaknya." Lalu, apa reaksi saya? Terpaksa saya iyakan sambil terenyuh dalam hati.

Dalam pikiran saya berkata, kenapa ya, kok ada seorang ibu, yang harus menanyakan sesuatu yang menurut saya itu retoris. Tanpa ditanyakanpun, saya pasti udah merasakannya. Sayapun menghela nafas panjang sembari menyabarkan diri. Meskipun dalam hati saya masih agak dongkol. 

Lain cerita, ada seorang teman saya yang suaminya lulus mendapat pendidikan tugas belajar keluar kota saat ini. Istrinya ini pun seorang yang bekerja juga, di perusahaan yang sama. Namun suatu ketika, teman lainnya pun bertanya sambil "berempati", "Wah nanti gimana, kalau suamimu pindah? Apakah long distance marriage kah? Atau kamu ikut ke sana" Sang teman itu pun menjawab sembari memenangkan diri. Menjawab sebuah pertanyaan yang seolah seperti rasa ingin tau berdalih empati.

Dari sini saya dapat menarik benang merah. Bahwa, berempati tidak melulu harus menunjukan pertanyaan retoris, yang bahkan dapat menyakiti perasaan yang akan ditanya, meski secara tidak langsung. Saya akan lebih menghargai orang yang berusaha menunjukkan empati dengan mengalihkan hal lain. Jika misalnya ada teman yang habis kehilangan putrinya dari kandungan, mungkin kita jangan mencoba menanyakan bagaimana perasaan kehilangannya bukan? Kirimi saja dia hadiah, atau buku, yang mungkin akan lebih mengalihkan perhatiannya. Dibandingkan harus mengajukan pertanyaan-pertanyaan konyol yang menyakitkan.

Ya. Inti semua itu adalah, berhati-hati dalam berempati. Jangan hanya menggunakan sudut pandang diri kita saja. Tapi, gunakan juga sudut pandang teman kita juga. Bukankah tujuan berempati adalah untuk "berbagi" dengan orang lain? Bukan untuk menyakitinya?

Sekian. Semoga kita dapat memulai komitmen kita untuk memperbaiki cara kita berempati. Semoga bermanfaat :)

Post a Comment