Rasanya malu sekali membaca repost-an saya yang ini. Sebuah tulisan tertanggal 07 Juni 2011.
Seorang Pejuang bukan
hanya terdefinisikan sebagai seorang yang bermain di medan perang,
mencucurkan darah air mata, dan kemudian meregangkan nyawa. Tapi lebih
luas dari itu. Dalam kehidupan nyata, ia adalah seorang yang mampu
mengemban amanah yang diberikan kepadanya sesuai dengan tuntutan
pekerjaan yang memang harus dipenuhi atas pekerjaan tersebut.
Sebagai orang yang mengaku
sebagai pejuang, hendaknya dia harus memahami apa hakikat dibalik nama
itu. Ia adalah sebuah bentukan dari kata dasar aktif transitif. Artinya,
ia memerlukan obyek yang harus diperjuangkan.
Jika Anda mengaku sebagai
seorang pejuang, berbalik tanyakan kepada diri Anda sendiri, apa yang
sebenarnya Anda perjuangkan? Karena hakikat pejuang akan memperjuangkan
sebuah tujuan.
Ia akan dibawa sepanjang
hayat, dikenang sepanjang masa, dan diikat dalam lubuk hatinya yang
paling dalam menjadi sebuah konsepsi hidup yang akan mempengaruhi cara
pandangnya atas kehidupan.
Jika selama ini Anda belum
jua menemukan apa yang Anda perjuangkan, Anda salah. Setiap jiwa adalah
seorang pejuang atas jiwanya sendiri-sendiri. Dalam Nash Al-Qur’an
telah jua difirmankan bahwa Setiap Jiwa diamanahi untuk beribadah
kepada-Nya. Ibadah yang dimaksud di sini bukan hanya bentukan sempit
sebatas seremonial keagamaan semata tetapi menyangkut semua tindakan
yang kita kerjakan, tersangkut dengan niatan kita.
Manusia baik maupun buruk
pada hakikatnya memiliki sebuah tujuan. Seorang bisnismen, berambisi
selalu untuk mencari keuntungan sebanyak-banyaknya. Seorang pedagang
berambisi agar dagangannya terjual laris dan untung banyak. Seorang PNS,
selalu berambisi mendapatkan dinas luar dan jabatan menduduki posisi
pemerintah. Begitu banyak manusia memenuhi dalam dadanya dengan ambisi.
Tapi, sadarlah. Bahwa semua yang tampak itu hanyalah sebatas gantungan
dan capaian duniawi yang tak lain hanya berujung pada keduniawian, nafsu
kita semata.
Segala yang kita niatkan,
segala yang kita perjuangkan, segala yang kita usahakan, akan kembali
kepada kita atau tidak tergantung kepada Taqdir-Nya, Keputusan-Nya.
Selayaknya, memenuhi jiwa kita dengan sesuatu yang baik sudah merupakan
sebuah Amanah dari-Nya. Karena, masing-masing jiwa adalah pemimpin bagi
dirinya sendiri. Kelak akan dimintakan-Nya pertanggungjawaban atas apa
yang telah kita pimpin. Tak lain dan tak bukan adalah jiwa kita, nafsu
kita, keinginan kita, dan kecenderungan apa yang kita perjuangkan.
Sebagai makhluk Rabbani,
yang berketuhanan, memiliki pedoman hidup yang jelas, sudah pastilah
wajib memperjuangkan akhirat untuk kebahagiaan hidup kita yang abadi.
Hendaknya ia menjadi kokoh nafas yang kita hembuskan dalam menghadapi
hidup. hendaknya ia menjadi alasan utama kita menjalani episode
kehidupan. Karena mengisi jiwa dengan bekal menuju akhirat adalah amanah
kita dari-Nya. Karena, memberdayakan hidup kita sesuai Garis Taqir-Nya
merupakan titipan yang nanti harus kita pertanggungjawabkan
sendiri-sendiri di hadapan Yang Maha Kuasa.
Sebelum terlambat, mari
hendaknya kita luruskan kembali, paling tidak memikirkan akan apa yang
sebenarnya menjadi tujuan perjuangan kita. jangan sampai apa yang telah
kita usahakan yang dengannya bersimbah peluh dan darah hanyalah bermuara
kepada anutan syetan laknatullah yang akan membawa kita kepada Neraka
Jahannam.
Na’udzubillah.
Dia-lah sebaik pelindung dan sebaik penolong.
Post a Comment